Rabu, 12 Desember 2018

Owh, aku rupanya

Itu aku, melompat-lompat kegirangan saat mendapatkan pesanmu. Terjadi di jaman baheula, yakni awal november terdahulu.

Itu juga aku, yang tak sabar seperti cacing kepanasan. Pakai koyo mungkin. Karena menanti pesan darimu.

Owh, itu aku lagi. Yang sok-sok diam di depanmu, tapi memang sih tak ingin banyak bicara. Cukup mendengarmu melantunkan lagu-lagu lembut. Pakai bahasa spanyol, bahasa inggris, bahasa indonesia, dan tak pernah bahasa arab.

Eh, lagi-lagi itu aku. Panas kepalaku. Karena demam atau apalah terserah kamu. Setelah mendapati pesanku tak berbalas darimu.

Aduh, kodok tak punya semangat untuk melompat lagi. Dan sekarang ia hanya bisa diam di pinggir sungai. Tidak lagi dengan mahkotanya. Ya, hanya makan sisa-sisa nasi dari angkringan di jalan solo.

Terserah nyambung atau tidak.

12122018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyadari Kemelekatan (2)

Ini adalah fenomena. Di mana kita sendiri tak menyadari akan pengerucutan fokus dan lupa akan hal-hal sekitar. Sehingga, ketika kenyataan be...